Minyak Bumi
Minyak bumi atau petroleum - bahan bakar fosil yang merupakan bahan baku untuk bahan bakar minyak, bensin dan banyak produk-produk kimia - merupakan sumber energi yang penting karena minyak memiliki persentase yang signifikan dalam memenuhi konsumsi energi dunia. Citra yang sangat negatif dari minyak adalah - mirip dengan pembakaran batubara - pemakaian bahan bakar minyak adalah kontributor terbesar untuk peningkatan CO2 di atmosfir bumi. Tumpahan-tumpahan minyak dari kapal-kapal tanker juga telah menyebabkan kerusakan berat pada lingkungan hidup bumi.
For an updated analysis we refer you to our Energy Research Report
Negara-negara produsen minyak terbesar, yang bila dikombinasikan memproduksi hampir 45% dari total produksi minyak mentah dunia, adalah Amerika Serikat (AS), Arab Saudi, Russia, dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Produsen Minyak Bumi Terbesar pada Tahun 2015:
1. Amerika Serikat | 12,704,000 bpd |
2. Saudi Arabia | 12,014,000 bpd |
3. Russia | 10,980,000 bpd |
4. Kanada | 4,385,000 bpd |
5. China | 4,309,000 bpd |
24. Indonesia | 825,000 bpd |
bpd = barrels per day
Sumber: BP Statistical Review of World Energy 2016
Meskipun saat ini banyak negara yang mendalami potensi energi terbarukan, pentingnya - dan ketergantungan pada - minyak di dunia tidak bisa dipungkiri, ataupun diabaikan. Bahan bakar fosil akan tetap menjadi sumber energi paling penting, dengan minyak berkontribusi 33%, batubara 28% dan gas alam 23% dari total sumber energi (IMF: April 2011). Sumber energi terbarukan hanya berkontribusi sedikit pada total suplai energi primer dunia (energi primer termasuk bahan bakar fosil - minyak, batubara dan gas alam -, energi nuklir dan energi terbarukan - geotermal, tenaga air, sinar matahari dan angin).
Peningkatan permintaan untuk minyak mentah dikombinasikan dengan kekuatiran mengenai ketersediaannya menyebabkan harga minyak mencapai rekor tinggi dalam sejarah pada tahun 2000an. Meskipun tren yang meningkat ini diganggu sementara oleh krisis finansial global 2008-2009, permintaan minyak dunia meningkat secara signifikan setelah 2009 (dan karenanya harganya naik sejalan dengan itu), sebagian besar disebabkan karena level konsumsi minyak mentah yang meningkat di negara-negara berkembang yang menunjukkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang subur. RRT berkontribusi untuk sebagian besar dari konsumsi energi dunia dan karenanya mempengaruhi harga pasar dunia untuk sumber energi primer.
Kendati begitu, sejak pertengahan 2014, harga minyak dunia mulai menurun tajam karena lambatnya aktivitas perekonomian dunia (terutama karena pertumbuhan ekonomi yang jatuh di RRT saat pemerintahannya berusaha mengalihkan perekonomiannya dari berorientasi ekspor kepada berorientasi konsumsi) dan peningkatan produksi shale oil AS, sementara Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) memutuskan untuk tidak mengurangi tingkat produksi. Pada bulan Februari 2016 harga minyak sentuh titik terendah selama 13 tahun. Namun, setelahnya mulai pulih.
Harga Minyak Mentah:
Minyak Mentah di Indonesia
Produksi Minyak yang Menurun dan Konsumsi Minyak yang Meningkat di Indonesia
Sejak tahun 1990an produksi minyak mentah Indonesia telah mengalami tren penurunan yang berkelanjutan karena kurangnya eksplorasi dan investasi di sektor ini. Di beberapa tahun terakhir sektor minyak dan gas negara ini sebenarnya menghambat pertumbuhan PDB. Target-target produksi minyak, ditetapkan oleh Pemerintah setiap awal tahun, tidak tercapai untuk beberapa tahun berturut-turut karena kebanyakan produksi minyak berasal dari ladang-ladang minyak yang sudah menua. Saat ini, Indonesia memiliki kapasitas penyulingan minyak yang kira-kira sama dengan satu dekade lalu, mengindikasikan bahwa ada keterbatasan perkembangan dalam produksi minyak, yang menyebabkan kebutuhan saat ini untuk mengimpor minyak demi memenuhi permintaan domestik.
Penurunan produksi minyak Indonesia dikombinasikan dengan permintaan domestik yang meningkat mengubah Indonesia menjadi importir minyak dari tahun 2004 sampai saat ini, menyebabkan Indonesia harus menghentikan keanggotaan jangka panjangnya (1962-2008) di OPEC. Kendati begitu, Indonesia akan bergabung kembali dengan OPEC pada Desember 2015.
Tabel di bawah menunjukkan produksi minyak yang menurun selama satu dekade terakhir. Tabel ini dibagi dalam dua angka produksi, yang pertama diambil dari perusahaan minyak dan gas multinasional BP Global (angka-angkanya mencakup minyak mentah, shale oil, oil sands dan gas alam cair), dan angka-angka produksi yang kedua bersumber dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (angka-angka ini mencakup minyak mentah dan kondensat minyak).
Produksi Minyak Bumi Indonesia¹:
2006 | 2007 | 2008 | 2009 | 2010 | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | 2015 | |
BP Global |
996 | 972 | 1,003 | 990 | 1,003 | 942 | 918 | 882 | 852 | 825 |
SKKMigas | 1,006 | 954 | 977 | 949 | 945 | 900 | 860 | 826 | 794 | 786 |
¹ dalam ribuan barrels per day (bpd)
Sumber: BP Statistical Review of World Energy 2016 and SKKMigas
Kurangnya eksplorasi dan investasi-investasi lain di sektor minyak ini telah menyebabkan penurunan dalam produksi minyak Indonesia yang disebabkan karena manajemen yang lemah dari pemerintah, birokrasi yang berlebihan, kerangka peraturan yang tidak jelas serta ketidakjelasan hukum mengenai kontrak. Hal ini menciptakan iklim investasi yang tidak menarik bagi para investor, terutama bila melibatkan investasi jangka panjang yang mahal.
Secara kontras, konsumsi minyak Indonesia menunjukkan tren naik yang stabil. Karena jumlah penduduk yang bertumbuh, peningkatan jumlah penduduk kelas menengah, dan pertumbuhan ekonomi; permintaan untuk bahan bakar terus-menerus meningkat. Karena produksi domestik tidak bisa memenuhi permintaan domestik, Indonesia mengimpor sekitar 350.000 sampai 500.000 barel bahan bakar per hari dari beberapa negara.
Konsumsi Minyak di Indonesia:
2005 |
2006 |
2007 |
2008 |
2009 |
2010 |
2011 |
2012 | 2013 | 2014 | 2015 | |
Bpd¹ | 1,303 | 1,244 | 1,318 | 1,287 | 1,297 | 1,402 | 1,589 | 1,631 | 1,643 | 1,676 | 1,628 |
¹ dalam ribuan
Sumber: BP Statistical Review of World Energy 2016
Kebanyakan proses produksi minyak Indonesia terkonsentrasi di cekungan-cekungan yang ada di wilayah barat negara ini. Namun, karena hanya sedikit penemuan minyak baru yang signifikan di wilayah Barat ini, Pemerintah telah mengubah fokusnya ke wilayah Timur Indonesia. Kendati begitu, cadangan minyak yang terbukti di seluruh negara ini telah turun dengan cepat menurut sebuah publikasi dari perusahaan minyak BP. Di 1991 Indonesia memiliki 5,9 miliar barel cadangan minyak terbukti namun jumlah ini telah menurun menjadi 3,7 miliar barel pada akhir 2014. Sekitar 60% dari potensi ladang minyak baru Indonesia berlokasi di laut dalam yang membutuhkan teknologi maju dan investasi modal yang besar untuk memulai produksi.
Kebijakan Pemerintah yang Mempengaruhi Konsumsi Minyak Indonesia
Salah satu kebijakan Pemerintah yang telah sangat dikritik adalah kebijakan subsidi bahan bakar yang berumur beberapa dekade yang - untuk sebagian besar - disubsidi oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Walaupun kebijakan ini bertujuan mendukung masyarakat miskin Indonesia, segmen yang lebih mampu (termasuk kelas menengah) yang paling banyak diuntungkan oleh kebijakan bahan bakar bersubsidi.
Terlebih lagi, kebijakan ini menyebabkan peningkatan signifikan untuk permintaan bahan bakar, dan karenanya menyebabkan tekanan besar pada defisit APBN (bahkan hal ini mengimplikasikan bahwa APBN secara langsung terhubung dengan harga minyak yang cenderung volatil). Alokasi-alokasi ekstra untuk memenuhi permintaan bahan bakar bersubsidi yang meningkat dilakukan setiap tahunnya, sementara harga penetapan yang rendah menyebabkan distorsi pasar. Pengurangan atau penghapusan subsidi bahan bakar adalah isu yang sangat sensitif di Indonesia karena hal ini menyebabkan demonstrasi masal di seluruh negeri (mengimplikasikan risiko-risiko politik untuk elit yang memerintah).
Setelah dua kenaikan harga bahan bakar bersubsidi di Juni 2013 dan November 2014 (memicu inflasi tinggi dan demonstrasi), Pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan untuk menghapuskan subsidi bensin pada Januari 2015 (sebuah tindakan yang relatif mudah karena rendahnya harga minyak bumi dunia pada awal 2015) sambil memperkenalkan subsidi tetap sebesar Rp 1.000 per liter untuk diesel. Tindakan ini didukung oleh organisasi-organisasi internasional seperti Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF).
Kontribusi Minyak untuk Perekonomian Domestik Indonesia
Sektor minyak dan gas Indonesia secara rutin berkontribusi signifikan untuk perekonomian Indonesia melalui pendapatan ekspor dunia dan cadangan devisa negara. Kendati begitu, karena kontribusi minyak telah menurun selama satu dekade terakhir, begitu pula dengan kontribusinya untuk APBN, Saat ini, kombinasi minyak dan gas berkontribusi untuk sekitar 13% dari pendapatan domestik (di tahun 1990 angka ini mencapai 40%). Seperti yang disebutkan di atas, sektor minyak saat ini sebenarnya menghambat perekonomian Indonesia untuk mencapai level pertumbuhan yang lebih tinggi.
Menurut informasi dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), cadangan minyak mentah terbukti yang ada saat ini akan bertahan untuk sekitar 23 tahun. Kebanyakan produksi minyak di Indonesia dilaksanakan oleh para kontrakor asing menggunakan pengaturan kontrak pembagian produksi. Chevron Pacific Indonesia, anak perusahaan Chevron Corporation, adalah produsen minyak mentah terbesar di negara ini, berkontribusi sekitar 40% dari produksi nasional. Pemain-pemain besar lainnya di industri minyak Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertamina, Total, ConocoPhillips, PetroChina, CNOOC, Medco, BP, Kodeco, dan Exxon Mobil.
Proyek Minyak Cepu; Ladang Banyu Urip
Tabel di atas menunjukkan bahwa produksi minyak Indonesia telah terus menurun. Kendati begitu, meskipun beberapa kontraktor minyak & gas di Indonesia telah mengurangi aktivitas-aktivitas pengeboran mereka karena rendahnya harga minyak, ada prediksi rebound karena sejumlah ladang minyak besar Indonesia akan mulai beroperasi.
Ladang Minyak Banyu Urip di Jawa Timur, bagian dari Blok Cepu, memiliki cadangan minyak terbesar (mengandung sekitar 450 juta barel minyak) yang belum dieksploitasi dan dapat berkontribusi secara signifikan untuk volume produksi minyak Indonesia. Proyek bernilai 2,5 miliar dollar Amerika Serikat (AS) ini, yang dikelola Exxon Mobil dan Pertamina dengan kepemilikan saham masing-masing 45% (melalui anak-anak perusahaannya Mobil Cepu dan Pertamina EP Cepu), mulai beroperasi di 2015. Produksi diperkirakan untuk mencapai tingkat puncak pada 165.000 barel per hari di 2016.
Lebih lanjut lagi, Ladang Minyak Bukit Tua (bagian dari Blok Ketapang di Jawa Timur, dioperasikan oleh Petronas Carigali) mulai beroperasi di bulan Maret 2015 dan produksi mungkin meningkat menjadi 20.000 barel per hari pada akhir 2015.
Proyeksi Masa Mendatang Sektor Minyak di Indonesia
Mirip dengan banyak negara-negara lain, Indonesia berusaha mengurangi ketergantungannya pada minyak sebagai sumber energi karena harga minyak yang tinggi dan masalah lingkungan hidup. Saat ini, kira-kira 50% energi negara ini bersumber dari minyak; angka yang ingin dikurangi Pemerintah menjadi 23% pada tahun 2025 dengan menempatkan lebih banyak penekanan pada sumber-sumber terbarukan dan batubara.
Energy Mix 2011 |
Energy Mix 2025 |
|
Minyak | 50% | 23% |
Batubara | 24% | 30% |
Gas Alam | 20% | 20% |
Energi Terbarukan | 6% | 26% |
Sumber: Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM)
Pemerintah Indonesia masih memiliki harapan tinggi untuk memulihkan kekuatan sektor minyak karena negara ini masih memiliki cadangan minyak yang besar, dan permintaan minyak (terutama domestik) yang meningkat. Sementara itu, industri minyak tetap industri yang menguntungkan (walaupun harga telah sangat menurun di 2015) seperti yang dibuktikan oleh angka-angka laba bersih Pertamina. Kendati begitu, akan dibutuhkan usaha-usaha serius dari semua pemangku kepentingan (terutama Pemerintah Indonesia) untuk kembali mencapai kuantitas produksi lebih dari 1 juta barel (sebuah target ambisius yang masih ditargetkan Pemerintah).
Dalam rangka mencapai target ini, dibutuhkan investasi-investasi skala besar dan didukung oleh kerangka peraturan yang transparan dan pasti (yang juga memperkirakan koordinasi yang baik antara berbagai kementerian dan pemerintah-pemerintah daerah). Kurangnya investasi dalam eksplorasi minyak yang baru telah menyebabkan penurunan level produksi minyak selama dua dekade terakhir karena penuaan ladang-ladang minyak negara ini. Bila Pemerintah tidak menyediakan insentif-insentif yang menstimulasi investasi-investasi dalam pengembangan sektor minyak hilir, tren penurunan ini kecil kemungkinannya dapat berubah arah.
Updated pada 4 Juli 2016